Pages

Subscribe:

Kamis, 12 Januari 2012

teori belajar kontruktivisme


Konstruktivisme
Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme? Istilah ini mengacu pada gagasan bahwa siswa membangun pengetahuan sendiri --- setiap pembelajar individual (dan sosial) yang berarti konstruksi --- karena ia belajar 3 berarti Membangun adalah belajar,. Tidak ada jenis lain. Konsekuensi dramatis pandangan ini ada dua;
1) kita harus fokus pada peserta didik dalam berpikir tentang belajar (bukan pada subyek / pelajaran yang harus diajarkan):
2) Tidak ada pengetahuan independen dari makna dikaitkan dengan pengalaman (dibangun) oleh pelajar, atau komunitas pembelajar.
Mari saya membahas titik kedua pertama karena, meskipun muncul radikal pada tingkat sehari-hari, itu adalah posisi yang telah sering diadopsi sejak orang mulai merenungkan epistemologi. Jika kita menerima teori konstruktivis (yang berarti kita bersedia untuk mengikuti jalur Dewey, Piaget dan Vigotsky antara lain), maka kita harus menyerah Platonis dan semua pandangan yang realistis berikutnya epistemologi. Kita harus mengakui bahwa tidak ada hal seperti pengetahuan "luar sana" independen berpengetahuan, tetapi hanya pengetahuan kita membangun untuk diri kita sendiri seperti yang kita belajar. 4 Belajar tidak memahami "benar" sifat sesuatu, juga tidak (seperti Plato menyarankan) mengingat ide-ide yang sempurna dirasakan samar-samar, melainkan sebuah konstruksi pribadi dan sosial dari makna dari array membingungkan sensasi yang tidak memiliki rangka atau struktur selain penjelasan (dan saya stres jamak) yang kita mengarang untuk mereka.
Saya yakin bahwa banyak dari Anda memiliki filosofi kursus yang telah terkena Anda untuk konsep-konsep, dan Anda mungkin menerima premis dasar bahwa tidak ada entitas seperti Ding suatu sich apakah kita bisa atau tidak memahaminya. Namun, kita semua cenderung untuk tetap realis lemari, dan membantah Uskup Berkeley, seperti Samuel Johnson lakukan, dengan menendang batu dan perasaan sakit yang nyata. Pertanyaan yang lebih penting adalah, apakah itu benar-benar membuat perbedaan dalam pekerjaan sehari-hari kita apakah dalam hati kita mempertimbangkan pengetahuan untuk menjadi tentang beberapa dunia "nyata" independen dari kita, atau apakah kita mempertimbangkan pengetahuan untuk membuat kita sendiri? Jawabannya adalah ya, itu tidak membuat perbedaan, karena titik pertama saya menyarankan di atas: dalam profesi kita pandangan epistemologis kita mendikte pandangan pedagogik kami.
Jika kita percaya bahwa pengetahuan terdiri dari belajar tentang dunia nyata di luar sana, maka kami berusaha pertama dan terpenting untuk memahami dunia itu, mengaturnya dengan cara yang paling rasional yang mungkin, dan, sebagai guru, menyampaikannya kepada peserta didik. Pandangan ini mungkin masih melibatkan kita dalam menyediakan pelajar dengan kegiatan, dengan tangan-on belajar, dengan kesempatan untuk bereksperimen dan memanipulasi obyek-obyek dunia, namun niat selalu untuk membuat jelas bagi pelajar struktur dunia independen dari pembelajar. Kami membantu pelajar memahami dunia. tapi kita tidak memintanya untuk membangun dunianya sendiri.
Kemenangan besar dalam sejarah intelektual Barat dari Pencerahan sampai awal abad 2Oth beristirahat pada kemampuannya untuk mengatur pengetahuan dunia secara rasional independen dari pelajar, ditentukan oleh beberapa struktur subjek. Disiplin dikembangkan, skema taksonomi didirikan, dan semua kategori dipandang sebagai komponen dari mesin mekanik yang luas di mana bagian dapat dijelaskan dalam hal hubungan mereka satu sama lain, dan setiap bagian memberikan kontribusi untuk membuat fungsi seluruh lancar. Tidak ditemukan dalam deskripsi ini tidak pelajar muncul. Tugas guru adalah untuk membuat jelas bagi pelajar kerja mesin dan akomodasi apapun untuk pelajar hanya untuk account untuk berbagai entry point yang sesuai untuk peserta didik yang berbeda.
Namun, seperti saya indikasikan di atas, teori konstruktivis mengharuskan kita mengalihkan perhatian kita dengan 180 derajat kita harus mengaktifkan kembali kami pada setiap gagasan tentang mesin yang mencakup segala yang menggambarkan sifat dan bukannya melihat ke arah semua indah, individu makhluk hidup --- pembelajar --- masing-masing model yang menciptakan nya sendiri menjelaskan alam. Jika kita menerima posisi konstruktivis kita pasti diharuskan untuk mengikuti pedagogi yang berpendapat bahwa kita harus menyediakan pelajar dengan kesempatan untuk:. A) berinteraksi dengan data sensorik, dan b) membangun dunia mereka sendiri 5
Poin kedua ini sedikit lebih sulit bagi kita untuk menelan, dan kebanyakan dari kita terus-menerus terombang-ambing antara iman bahwa peserta didik kita memang akan membangun makna yang akan kita dapat diterima (apa pun yang kita maksud dengan itu) dan kebutuhan kita untuk membangun makna bagi mereka, yaitu , untuk struktur situasi yang tidak bebas bagi pelajar untuk melaksanakan tindakan mental mereka sendiri, tetapi "belajar" situasi yang menyalurkan mereka ke dalam ide-ide kita tentang makna dari pengalaman. Sebuah contoh umum dari ketegangan yang tak terselesaikan adalah sikap kita terhadap tur museum yang menjelaskan kepada pengunjung pameran. Saya telah berulang kali meminta profesional Museum apakah mereka pribadi menikmati tur, dan mereka hampir secara universal mengatakan kepada saya bahwa mereka mencoba untuk menghindari mereka di semua biaya. Namun, pada pertemuan CECA (dan yang satu ini tidak terkecuali) rekan-rekan kami sering memberikan kita tur melalui galeri yang luas, bersikeras pada penyajian interpretasi panduan ahli, kecepatan dan seleksi untuk mempengaruhi persepsi pemirsa dan belajar. Ini adalah ketegangan antara keinginan kita sebagai guru untuk mengajarkan kebenaran, untuk menyajikan dunia "sebagaimana adanya", dan keinginan kita untuk membiarkan peserta didik membangun dunia mereka sendiri yang mengharuskan kita untuk berpikir serius tentang epistemologi dan pedagogi. 6
Prinsip-prinsip belajar
Apa adalah beberapa prinsip pemikiran konstruktivis bahwa kita harus diingat ketika kita mempertimbangkan peran kita sebagai pendidik? Saya akan menguraikan beberapa ide, semua didasarkan pada keyakinan bahwa belajar terdiri dari makna individu dibangun dan kemudian menunjukkan bagaimana mereka mempengaruhi pendidikan museum.
1. Belajar adalah proses aktif di mana peserta didik menggunakan input sensorik dan konstruksi makna dari hal itu. Formulasi yang lebih tradisional dari ide ini melibatkan terminologi pembelajar aktif (istilah Dewey) menekankan bahwa pelajar perlu melakukan sesuatu, belajar itu bukan penerimaan pasif pengetahuan yang ada "di luar sana" tapi belajar yang melibatkan peserta didik s terlibat dengan dunia. 7
2. Orang belajar untuk belajar mereka belajar: belajar terdiri kedua membangun sistem makna dan membangun makna. Sebagai contoh, jika kita mempelajari kronologi tanggal serangkaian peristiwa sejarah, kita secara simultan mempelajari arti dari kronologi. Setiap artinya kita membangun membuat kita lebih mampu untuk memberi makna pada sensasi lain yang bisa cocok dengan pola yang sama. 8
3. Tindakan penting makna membangun adalah mental: itu terjadi di pikiran. Fisik tindakan, pengalaman mungkin diperlukan untuk belajar, terutama untuk anak-anak, tetapi tidak cukup, kita perlu memberikan kegiatan yang melibatkan pikiran serta tangan 0,9 (Dewey disebut kegiatan reflektif.)
4. Belajar melibatkan bahasa: bahasa yang kita gunakan mempengaruhi belajar. Pada tingkat empiris. peneliti telah mencatat bahwa orang-orang berbicara sendiri saat mereka belajar. Pada tingkat yang lebih umum. ada koleksi argumen, yang paling tegas disajikan oleh Vigotsky, bahwa bahasa dan belajar saling terkait 10 poin ini. jelas ditekankan dalam referensi Elaine Gurain untuk kebutuhan untuk menghormati bahasa asli dalam mengembangkan Utara Amerika pameran. Keinginan untuk memiliki materi dan program dalam bahasa mereka sendiri adalah sebuah permintaan penting oleh banyak anggota dari berbagai komunitas asli Amerika.
5. Belajar adalah kegiatan sosial: belajar kami sangat erat berhubungan dengan hubungan kita dengan manusia lain, guru-guru kita, rekan kita, keluarga kita serta kenalan, termasuk orang-orang sebelum kita atau di samping kami di pameran. Kita lebih mungkin berhasil dalam usaha kami untuk mendidik jika kita mengakui prinsip ini daripada mencoba untuk menghindarinya. Banyak dari pendidikan tradisional, seperti Dewey menunjukkan, diarahkan mengisolasi peserta didik dari semua interaksi sosial, dan ke arah melihat pendidikan sebagai satu-satu hubungan antara pelajar dan materi tujuan yang harus dipelajari. Sebaliknya, pendidikan progresif (untuk terus menggunakan formulasi Dewey) mengakui aspek sosial pembelajaran dan menggunakan percakapan, interaksi dengan orang lain, dan penerapan pengetahuan sebagai aspek integral dari pembelajaran. 11
6. Belajar adalah kontekstual: kita tidak belajar fakta terisolasi dan teori dalam beberapa lahan halus abstrak dari pikiran terpisah dari sisa hidup kita: kita belajar dalam hubungan dengan apa lagi kita tahu, apa yang kita yakini, prasangka kita dan ketakutan kita 12 Aktif. refleksi, menjadi jelas bahwa titik ini sebenarnya merupakan akibat wajar dari gagasan bahwa belajar adalah aktif dan sosial. Kita tidak bisa memisahkan kita belajar dari kehidupan kita. 13
7. Salah satu kebutuhan pengetahuan untuk belajar: tidak mungkin untuk mengasimilasi pengetahuan baru tanpa harus beberapa struktur dikembangkan dari pengetahuan sebelumnya untuk membangun 14 Semakin banyak kita tahu, semakin banyak kita bisa belajar.. Oleh karena itu setiap upaya untuk mengajar harus terhubung ke keadaan pelajar, harus memberikan jalan ke subjek bagi peserta tersebut didasarkan pada pengetahuan sebelumnya yang pembelajar. 15
8. Dibutuhkan waktu untuk belajar: belajar tidak instan. Untuk belajar penting yang kita perlu meninjau kembali ide-ide, renungkan mereka mencoba mereka keluar, bermain dengan mereka dan menggunakannya. Hal ini tidak dapat terjadi dalam 5-10 menit biasanya dihabiskan di sebuah galeri (dan tentu tidak dalam beberapa detik biasanya menghabiskan merenungkan objek museum tunggal.) Jika Anda merenungkan apa yang telah Anda pelajari, Anda segera menyadari bahwa itu adalah produk dari berulang paparan dan berpikir. Bahkan, atau terutama, saat-saat wawasan yang mendalam, dapat ditelusuri kembali ke periode lagi persiapan.
9. Motivasi adalah komponen kunci dalam belajar. Tidak hanya itu kasus bahwa motivasi belajar membantu, adalah penting untuk belajar. Ide ini motivasi seperti dijelaskan di sini secara luas disusun untuk mencakup pemahaman tentang cara-cara di mana pengetahuan dapat digunakan. Kecuali kita tahu "alasan mengapa", kita tidak mungkin sangat terlibat dalam menggunakan pengetahuan yang mungkin ditanamkan dalam diri kita. bahkan oleh pengajaran yang paling parah dan langsung. 16
Arti dari konstruktivisme untuk museum
Setelah menyarankan prinsip-prinsip ini, saya ingin merefleksikan apa yang mereka dapat berarti untuk spesifik pekerjaan kita sehari-hari baik dalam pameran mount dan dalam program pendidikan berkembang.

Teori Belajar Dan Pembelajaran – Konsep Belajar Dan Pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Belajar sebagai  karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang baru dipelajarinya, atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap.[1] Untuk mendapatkan perubahan tingkah laku tersebut, maka diperlukan tenaga pengajar yang memadai. Pengajar atau disebut juga dengan pendidik sangat berperan panting dalam proses pembelajaran. Pendidik yang baik akan mampu membawa peserta didiknya menjadi lebih baik.
Guru, instruktur atau dosen seringkali menyamakan istilah pengajaran dan pembelajaran. Padahal pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada siswa yang kadang kala berlangsung secara sepihak. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu  kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian pembelajaran.
Ilmu pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses pembelajaran. Untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Yang dimaksud dengan kondisi pembelajaran di sini adalah tujuan bidang studi, kendala bidang studi, dan karakteristik peserta didik yang berbeda memerlukan model pembelajaran yang berbeda pula.
1.2  Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud pembelajaran?
  2. Bagaimana konsep dasar pembelajaran?
  3. Bagaimana pendekatan atau model dalam pembelajaran?
  4. Bagaimana peran guru dalam kegiatan pembelajaran?
1.3  Tujuan
  1. Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
  2. Untuk mengetahui konsep dasar pembelajaran?
  3. Untuk mengetahui pendekatan atau model dalam pembelajaran?
  4. Untuk mengetahui peran guru dalam kegiatan pembelajaran?
1.4  Manfaat
  1. Mengetahui pengertian pembelajaran
  2. Mengetahui konsep dasar pembelajaran
  3. Mengetahui pendekatan atau model dalam pembelajaran
  4. Mengetahui peran guru dalam kegiatan pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pembelajaran
Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)
Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses mengajar, membimbing, melatih, memberi contoh, dan atau mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan. Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan.[2]
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.[3]
Proses Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.[4]
2. Konsep Dasar Pembelajaran
Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus mampu dan cakap merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan membimbing dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, agar para guru mampu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya, ia terlebih dahulu hendaknya memahami dengan seksama hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
3. Pendekatan atau Model dalam Pembelajaran
Belajar dapat dilakukan diberbagai tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dari padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat.
Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afekif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.
Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat:
(i)  pengorganisasian siswa,
(ii) posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan
(iii) pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan:
(i)                 pambelajaran secara individual,
(ii)               pembelajaran secara kelompok, dan
(iii)              pembelajaran secara klasikal.
Pada ketiga keorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut siswa tersebut seyogyanya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan informasi pada masa kini.
Sehubungan dengan posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, guru dapat menggunakan strategi ekspositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi ekpositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi ekspositori masih terpusat pada guru; oleh karena itu seyogianya dikurangi. Strategi discovery dan inkuiri terpusat ada siswa. Dalam kedua strategi ini siswa dirancang aktif belajar, sehingga ia dapat menemukan, bekerja secara ilmu pengetahuan, dan merasa senang. Pada tempatnya guru menggunakan strategi discovery dan inkuiri yang sesuai dengan pendekatan CBSA.
Dalam pembelajaran pada pebelajar terjadi peningkatan kemampuan. Semula, ia memiliki kemampuan pra-belajar; dalam proses belajar pada kegiatan belajar hal tertentu, ia meningkatkan tingkat atau memperbaiki tingkat ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keputusan tentang perbaikan tingkat ranah tersebut didasarkan atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam pemecahan masalah. Dari sisi guru, proses pemerolehan pengalaman siswa atau proses pengolahan pesan tersebut dapat dilakuikan dengan cara dedukatif dan induktif. Pengolahan pesan secara deduktif dimulai dari generalisasi atau suatu teori yang benar, pencarian data, dan uji kebenaran generalisasi atau suatu teori tersebut. Pada pengolahan pesan secara induktif kegiatan bermula dari adanya fakta atau peristiwa khusus, penyusunan konsep-konsep. Dalam usaha pembelajaran guru dapat menggunakan pengolahan pesan secara deduktif atau induktif tergantung pada karakteristik bidang studinya.[5]
Selain pendekatan atau model belajar individual, kelompok dan klasikal, masih terdapat banyak model belajar yang lain.  Di antaranya:
Teori belajarYang ditekankanTokoh
Behaviorisme (tingkah laku)Stimulus, respon, penguatan motivasiPavlov, Skinner, Bandura
CognitivismeDaya ingat, perhatian, pemahaman mendalam, organisasi gagasan, proses informasiBrunner, Piaget, Ausubel
konstruktivismePengalaman, interaksiJean Piaget, Vygotsky,
HumanismeEmosi, perasaan, komunikasi yang terbuka, nilai-nilaiJohn Miler
4. Peran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran
Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran.[6]Selain itu, menurut Djamarah (2000: 43-48) bahwa tugas dan tanggung jawab guru atau lebih luasnya pendidik adalah sebagai:
1)      Korektor, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi atau penilaian yang dilakukan bersifat menyeluruh dari segi  kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran. Ada yang mempunyai kemampuan baik di bidang kognitif tetapi kurang pada afektifnya, ada pula yang baik pada psikomotorik namun kurang pada kognitifnya, dan berbagai macam perbedaan peserta didik yang lain. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian, hendaknya pendidik tidak hanya memberikan penilaian dari satu aspek saja.
2)      Inspirator, yaitu pendidik menjadi inspirator atau ilham bagi kemajuan belajar siswa atau mahasiswa, petunjuk bagaimana cara belajar yang baik, serta member masukan dalam menyelesaikan masalah lainnya.
3)      Informator, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan peserta didik yang dibekali pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka peserta didik tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga peserta didik tidak akan tertinggal di era global ini.
4)      Organisator, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik (belajar), hingga tercipta kegiatan pembelajaran yang tertib dan menyenangkan.
5)      Motivator, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar. Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.[7] Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi dari pendidik merupakan motivasi ekstrinsik. Meskipun dalam proses belajar, motivasi intrinsik atau motivasi yang berasal dari dalam diri individu memiliki pengaruh yang lebih efektif, (karena motivasi intrinsik bertahan relatif  lebih lama) namun motivasi ekstrinsik juga tetap dibutuhkan. Karena kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu motivasi ekstrinsik hendaknya selalu memberikan motivasi pada peserta didiknya.
6)      Inisiator, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pembelajaran. Melalui berbagai macam pengalaman yang didapatkan pendidik selama di kelas, pendidik hendaknya memberikan ide-ide demi kemajuan pembelajaran, minimal untuk kemajuan pembelajaran di kelas yang dibimbing.
7)      Fasilitator, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar.
8)      Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Hal yang harus dilakukan pendidik adalah memberikan contoh yang baik pada peserta didik dan mengarahkannya. Oleh karena itu, pendidik hendaknya selalu menjaga sikap dan perilaku, karena membimbing seseorang tanpa memberikan teladan yang baik adalah sia-sia.
9)      Demonstrator, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemonstrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami. Peserta didik akan lebih mudah memahami suatu materi jika materi tersebut didemonstrasikan, karena sesuatu yang didemonstrasikan  melibatkan aspek audio dan visual, sehingga lebih mudah untuk dipahami peserta didik.
10)  Pengelola kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif. Jika kelas dikelola dengan baik, maka proses pembelajaran dapat berjalan dengan tertib.
11)  Mediator, yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi, bukan hanya penyampaian materi dari satu arah atau dari guru saja, peserta didik hendaknya turut aktif dalam proses pembelajaran, dan dengan adanya pendidik maka diharapkan proses interaktif edukatif tersebut tercipta di kelas. Dalam hal ini biasanya pendidik cukup memberikan sedikit materi di awal, kemudian mengajak dialog peserta didik mengenai materi yang telah diberikan sebelumnya, atau dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang akan dibahas.
12)  Supervisor, yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pembelajaran. Setiap selesai proses pembelajaran, pendidik yang baik akan menilai proses pembelajaran yang telah berlangsung, apabila terdapat kekurangan, maka ia akan mencari sumber kekurangan tersebut dan memperbaikinya, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih baik setiap harinya.
13)  Evaluator, yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur. Pendidik diharapkan bisa berlaku adil dan jujur dalam setiap proses evaluasi, sehingga tiap- tiap peserta didik dapat mengetahui kemampuannya. Membantu peserta didik ketika menghadapi ujian bukanlah hal yang tepat dilakukan oleh seorang pendidik, karena  hal tersebut merupakan pembodohan  peserta didik dan mengajarkan ketidakjujuran pada peserta didik. Dan hal tersebut juga membuat peserta didik tidak akan pernah merasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa kata “pendidik” dalam perspektif pendidikan yang selama ini berkembang di masyarakat memiliki makana yang lebih luas, dengan tugas, peran, dan tanggung jawabnya adalah mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya kea rah yang lebih sempurna.

teori sibernetik


Teori Sibernetik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Adanya beberapa teori belajar dalam belajar dan pembelajaran. Salah satunya adalah teori sibernetik. Teori sibernetik ini adalah teori yang terbaru dari teori-teori lainnya. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemprosesan informasi. Proses memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala siruasi.karena cara belajar sangat ditentukan oleh system in-formasi.
Dengan teori sibernetik ini dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci. Namun dari kelebihan itu semua, teori sibernetik mempunyai kele-mahan yaitu kurang memperhatikan akan proses belajar.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana teori sibernetik itu?
1.2.2 Apakah kelebihan dan kekurangan dari teori sibernetik?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui teori sibernetik
1.3.2 Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori sibernetik



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Teori Sibernetik
Teori sibernetik merupakan salah satu teori belajar. Pengertian teori sibernetik sendiri adalah teori belajar yang mengutamakan proses informasi. Teori sibernetik mempunyai persamaan dengan teori kognitif, yaitu lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Hanya saja sistem informasi yang akan dipelajari siswa lebih dipentingkan.
Menurut teori sibernetik tidak ada cara belajar yang sempurna untuk segala kondisi karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Ada tiga tahap roses pengolahan informasi dalam ingatan, yakni dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
Komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya "lupa". Ketiga komponen ter-sebut adalah :
a. Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk as-linya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b. Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memi-liki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam ben-tuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi ka-pasitas disamping melakukan pengulangan.
c. Long Term Memory (LTM) diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, 3) sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah ter-hapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diper-lukan.
Teori sibernetik mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses in-ternal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
a. Menarik perhatian
b. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
c. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
d. Menyajikan bahan peransang
e. Memberikan bimbingan belajar
f. Mendorong unjuk kerja
g. Memberikan balikan informative
h. Menilai unjuk kerja
i. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama, disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.
Ahli lain yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik. Pask dan Scott membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cenderung mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan siswa dengan tipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Sibernetik
Teori sibernetik mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori siber-netik adalah:
a. Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dica-pai.
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesung-guhnya.
f. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
g. Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk ker-ja yang diharapkan.
Sedangkan kekurangan teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

2.3 Penerapan Teori Sibernetik Dalam Pembelajaran
Teori sibernetik merupakan teori belajar yang masih baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemrosesan
informasi. Teori sibernetik lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari.
Proses belajar menurut teori sibernetik akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah yang lebih teknis yaitu sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila disajikan dalam bentuk "terbuka" dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi (misalnya konsep "burung"), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang "menyebar" (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan linier.
Aplikasi teori sibernetik dalam pembelajaran dirumuskan dalam teori Gagne dan Brigss yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau pengurutan pembelajaran.



BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Teori sibernetik merupakan teori baru dalam belajar yang lebih mengutamakan sistem informasi dari materi yang dipelajari. Ada tiga tahap proses pengolahan informasi dalam ingatan, yakni dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya "lupa". Ketiga kom-ponen tersebut adalah sensory receptor, long term memory, dan working memory.

3.2 SARAN
Hendaknya kita sebagai calon pendidik lebih banyak menganalisa teori-teori belajar yang baru dan menerapkannya dalam proses pembelajaran seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi yang ada.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK




TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
            Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
  1. Proses pemerolehan informasi baru,
  2. Personalia informasi ini pada individu.

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

  1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
            Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
            Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

  1. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)   suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)   kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
            Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

  1. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
            Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
    1. Kognitif (kebermaknaan)
    2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
            Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
  1. Merespon perasaan siswa
  2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  4. Menghargai siswa
  5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
  7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator
            Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.


Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

            Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
            Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
            Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
  1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
  6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Teori Belajar Psikologi Kognitif

Teori Belajar Psikologi Kognitif

I. Prinsip dasar psikologi kognitif

Psikologi kognitif

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.

Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Prinsip dasar psikologi kognitif

* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri

Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan.

Ada 2 hukum wajib dalam teori Gestalt:

- pragnaz (kejelasan)

- closure (totalitas)

Konsep yang penting dalam teori ini INSIGHT, yaitu: pengmatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan antara bagian-bagian di dalam suatu situasi masalah.

A. Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin

Bertolak pada teori Gestalt, Lewin mengembangkan teori belajar berdasarkan Life Space (dunia psikologis dari kehidupan individu). Masing – masing individu berada di dalam medan kekuatan psikologis, medan itu dinamakan Life Space yang terdiri dari dua unsure yaitu kepribadian dan psikologi social.

Ia menyatakan bahwa tingkah laku belajar merupakan usaha untuk mengadakan reorganisasi/ restruktur (dari isi jiwa). Tingkah laku merupakan hasil dari interaksi antar kekuatan baik dari dalam (tujuan, kebutuhan, tekanan batin, dan sebagainya) maupun dari luar (tantangan, permasalahan).

B. Cognitive Development (Jean Piaget )

Dalam teorinya, ia memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Ia memakai istilah scheme: pola tingkah laku yang dapat diulang. Yang berhubungan dengan :

* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)

* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan yang dapat diamati)

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat yaitu :

(1) sensory motor;

(2) pre operational;

(3) concrete operational dan

(4) formal operational

Perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap menurut Piaget yaitu:

a. Kematangan

b. Pengalaman fisik/ lingkungan

c. Transmisi social

d. Equilibrium/ self regulation

Menurut Piaget intelegensi itu terdiri dari tiga aspek, yaitu:

-struktur (scheme) : pola tingkah laku yang dapat diulang

-isi (content) :pola tingkah laku yang spesifik (saat menghadapi masalah)

-fungsi (function) :berhunbungan dengan cara seseorang untuk mencapai kemajuan intelektual.

C. Pembelajaran Menurut JA Brunner (Discovery Learning)

Teori Brunner menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maksud dari Discovery Learning yaitu siswa mengorganisasikan metode penyajian bahwa dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

The act of discovery dari Burner:

1. Adanya suatu kenaikan di dalam potensi intelektual
2. Ganjaran intrinsic lebih ditekankan daripada ekstrinsik
3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning
4. Murid lebih senang mengingat-ingat informasi

Selain ketiga tokoh tersebut Ausubel juga berpengaruh dalam psikologi kognitif. Dia mengungkapkan teori ekspository teaching, yaitu dapat diorganisasikan atau disajikan secara baik agar dapat menghasilkan pengertian dan resensi yang baik pula sama dengan discovery learning.

D. Implikasi teori perkembangan kognitif

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.

Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja.dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.

II. Peran pendidik dan peserta didik

Peran pendidik dan peserta didik

- Guru sebagai demonstrator
- Guru sebagai mediator dan fasilitator
- Guru sebagai evaluator
Guru secara umum berperan sebagai:

Pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana,suvervisor,motivator,penanya,evaluator dan konselor.

Selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Suryabrata : 2004)

Peran peserta didik

belajar mandiri memposisikan pebelajar sebagai subyek, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil inisiatif atas belajarnya sendiri.


III. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

A. Pendekatan Belajar

Banyak pendekatan belajar yang dapat digunakan oleh para guru kepada para siswanya unttuk mempelajari bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik sampai yang paling modern. Di antaranya:

1). Pendekatan Hukum Jost

Menurut Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar dengan kiat 5 x 3 adalah lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut sama.

2). Pendekatan Ballard & Clanchy

Menurut Ballard & Clanchy (1990), pedekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1) sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving); dan 2) sikap memperluas (extending).

3). Pendekatan Biggs

Menurut hasil penelitian Biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelempokkan ke dalam tiga prototype (bentuk dasar).

1) Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah)
2) Pedekatan deep (mendalam)
3) Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).


B. Metode Belajar

Metode secara etimologi berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti prosedur sistematis (tata cara yang berurutan) yang biasa diguanakan untuk menyelidiki fenomena atau gejala-gejala kejiwaan seperti metode klinik, metode eksperimen, dan sebagainya.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode belajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran.

Ragam dan jumlah metode belajar sesungguhnya banyak sekali dan hampir tidak dapat dihitung dengan jari, mulai dari yang paling tradisional sampai yang paling modern.

Berikut ini penyusun sajikan sebuah metode belajar untuk mempelajari teks (wacana), khususnya yang terdapat dalam buku, artikel ilmiah, dan laporan penelitian. Kiat yang secara spesifik dirancang untuk memahami isi teks itu disebut SQ3R yang dikembangkan oleh Francis P. Robinson di Universitas Negeri Ohio Amerika Serikat. Metode ini bersifat praktis dan dapat diaplikaikan dalam berbagai pendekatan belajar.

SQ3R pada prinsipnya merupakan singkatan langkah-langkah mempelajari teks yang meliputi:

1. Survey, maksudnya memeriksa atau meneliti atau mengidentifikasi seluruh teks. Dalam melakukan aktivitas survey guru perlu membantu mendorong siswa untuk memeriksa atau meneliti secaa singkat seluruh struktur teks. Tujuannyaaga siswa mengetahui panjangnya teks, judul bagian (heading) dan judul subbagian (sub-heading), istilah dan kata kunci, dan sebagainya.

2. Question, ialah menyususn daftar pertanyaan yang relevan dengan teks. Dalam hal ini guru diharapkan berperan untuk memberi petunjuk atau contoh kepada para siswa untuk menyusu pertanyaan-pertanyaan yang jelas, singkat dan relevan dengan bagian-bagian teks yang telah ditandai pada langkah pertama.

3. Read, maksudnya membaca teks secara aktif untuk mencari jawabatas petanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini membaca aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraph-paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban-jawaban yang diperkirakan relevan dengan pertanyaan-pertanyaan tadi.

4. Recite, menghafal setiap jawaban yang telah ditemukan. Dalam kegiatan ini guru menyuruh kepada para siswanya untuk menyebutkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun tanpa membuka catatan dari jawaban tersebut.

5. Review, meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langka kedua dan ketiga.


IV. Materi dan Sumber Belajar

A. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran (instructional materials) adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.

Materi Pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran

Materi yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar .



Jenis-Jenis Materi Pembelajaran

Materi fakta adalah segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya

Contoh :

Mata Pelajaran Sejarah : Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia.

Materi konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakekat, inti /isi dan sebagainya.

Contoh :

Mata Pelajaran Biologi : Hutan hujan tropis di Indonesia sebagai sumber plasma nutfah, Usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ., dsb.

Materi prinsip adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting , meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antar konsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat.

Contoh :

Mata Pelajaran Fisika : Hukum Newton tentang gerak , Hukum 1 Newton , Hukum 2 Newton , Hukum 3 Newton , Gesekan statis dan Gesekan kinetis, dsb.

Materi Prosedur meliputi langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem.

Contoh :

Mata Pelajaran TIK : Langkah-langkah Akses Internet, trik dan strategi penggunaan Web Browser dan Search Engine,

Materi Sikap atau nilai merupakan hasil belajar aspek afektif, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb.

Contoh :

Mata Pelajaran Geografi : Pemanfaatan sumberdaya alam berdasarkan prinsip ekoefisiensi, Pemanfaatan sumberdaya alam dan pembangunan berkelanjutan, dsb.

Mata Pelajaran Sosiologi : Interaksi sosial dan dinamika sosial, Sosialisasi dan pembentukan kepribadian.

B. Sumber Belajar

AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan dengan dengan cara yaitu dilihat dari keberadaan sumber belajar yang direncanakan dan dimanfaatkan.

Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono, 2000:7).

Hamalik (1994:195), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar.

Mudhofir (1992:13) menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamflet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, filmstrip, kaset, videocassette, dan lain-lain).

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut.

A. Macam-macam Sumber Belajar

AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua, yakni sumber belajar yang sengaja direncanakan dan sumber belajar yang dimanfaatkan. Penjelasan kedua hal tersebut sebagai berikut:

1) Sumber belajar yang sengaja direncanakan (by design) yaitu semua sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.

2) Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasi, dan digunakan untuk keperluan belajar (Satgas AECT, 1986:9).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sumber belajar merupakan salah satu komponen sistem instruksional yang dapat berupa: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar (lingkungan). Sumber belajar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pesan, adalah pelajaran/informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.

2) Orang, mengandung pengertian manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Tidak termasuk mereka yang menjalankan funsgi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.

3) 3. Bahan, merupakan sesuatu (bisa pula disebut program atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri.

4) Alat, adalah sesuatu (biasa pula disebut hardware) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan.

5) Teknik, berhubungan dengan prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.

6) Lingkungan, merupakan situasi sekitar di mana pesan diterima (Mudhoffir, 1992:1-2).
Semiawan (1992:96) menyatakan bahwa sebenarnya kita sering melupakan sumber belajar mengajar yang terdapat di lingkungan kita, baik di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Betapapun kecil atau terpencil, suatu sekolah, sekurang-kurangnya mempunyai empat jenis sumber belajar yang sangat kaya dan bermanfaat, yaitu:

1) Masyarakat desa atau kota di sekeliling sekolah.
2) Lingkungan fisik di sekitar sekolah.
3) Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar.
4) Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik perhatian siswa. Ada peristiwa yang mungkin tidak dapat dipastikan akan terulang kembali. Jangan lewatkan peristiwa itu tanpa ada catatan pada buku atau alam pikiran siswa.

Secara umum, sumber belajar dapat berupa:

1) Barang Cetak, seperti kurikulum, buku pelajaran, Koran, majalah, dan lain-lain.
2) Tempat, seperti: sekolah, perpustakaan, museum, dan lain-lain
3) Nara sumber/orang, seperti: guru, tokoh masyarakat, instruktur, dan lain-lain.

Jenis-jenis sumber belajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dalam proses belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian hasil belajar peserta didik pada dasarnya merupakan interaksi antara komponen system instruksional dengan peserta-peserta didik.

B. Tujuan dan Fungsi Sumber Belajar

Penggunaan sumber belajar bertujuan untuk:

1) Menambah wawasan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru,
2) Mencegah verbalistis bagi siswa,
3) Mengajak siswa ke dunia nyata,
4) Mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik, dan
5) Mengembangkan berpikir divergent pada siswa (Semiawan, 1992:97)

Pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu akan menambah wawasan pengetahuan siswa. Melalui sumber belajar, pemahaman siswa mengenai suatu materi pelajaran akan bertambah. Hal tersebut sekaligus akan mencegah verbalistis bagi siswa. Dengan pemanfaatan sumber belajar maka siswa tidak hanya mengetahui materi pelajaran dalam bentuk kata-kata saja, namun secara komprehensif akan mengetahui substansi dari materi yang dipelajari.

Sumber belajar juga bertujuan mengajak siswa ke dunia nyata. Dalam pengertian, siswa tidak hanya berada dalam bayangan-bayangan suatu materi akan tetapi melalui sumber belajar, siswa langsung dihadapkan ke dunia nyata, yaitu suatu situasi yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran.

Pemanfaatan sumber belajar juga bertujuan mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik. Dalam pengertian, melalui pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu proses belajar-mengajar lebih aktif dan interaktif. Hal menarik yang dapat dijumpai ketika guru memanfaatkan sumber belajar adalah adanya interaksi banyak arah, yakni antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan guru.

Berpikir divergent merupakan suatu aktivitas berpikir di mana siswa mampu memberikan alternatif jawaban dari suatu permasahalan yang dibahas. Melalui pemanfaatan sumber belajar diharapkan siswa mampu berpikir divergent.

Adapun fungsi sumber belajar sebagai:

1) sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan,
2) mengeratkan hubungan antara siswa dengan lingkungan,
3) mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa,
4) membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna (Semiawan,1992:100).

Keterampilan memproses perolehan mengacu pada sesuatu yang dapat diperoleh ketika guru memanfaatkan sumber belajar. Oleh karena itu, fungsi sumber belajar sebagai sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfaatkan sumber belajar. Dalam pengertian, ketika guru memanfaatkan sumber belajar sudah barang tentu harus ada sesuatu yang dapat diperoleh oleh siswa.

Fungsi sumber belajar lainnya adalah mengeratkan hubungan siswa dengan lingkungan. Hal tersebut berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar yang dilakukan guru. Semakin guru memanfaatkan sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekitar, maka siswa semakin dekat dengan lingkungannya.

Pengalaman dan pengetahuan siswa akan materi pelajaran yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan sumber belajar berfungsi untuk mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa. Melalui pemanfaatan sumber belajar, maka pengalaman dan pengetahuan siswa akan lebih berkembang.

Fungsi sumber belajar yang membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna, berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfatakan sumber belajar. Melalui pemanfaatan sumber belajar yang tepat, maka guru dapat membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna. Artinya, guru mampu mengelola proses belajar-mengajar yang berpusat pada siswa, bukan proses belajar-mengajar yang berpusat pada guru.